Way back into Loving Mathematic….
Keabadian di dunia adalah perubahan.
Implikasinya, berubah adalah syarat perlu dan syarat cukup untuk mencapai sebuah keabadian. Syarat perlu dan syarat cukup, seperti statistika saja.
Mungkin karena aku mahasiswa matematika semester 9, jadi kosakatanya sedikit terkontaminasi istilah matematika. Tapi bukankah sejak kelas 1 SD aku sudah berkenalan dengan matematika, wajarlah kalau kosakata matematikaku semakin banyak dan terapresiasi dalam kehidupan sehari-hari. Tapi sedikit aneh juga kalau virus membaurkan bahasa matematika dengan bahasa sehari-hari ini hanya menjangkiti sebagian orang saja. Maksudnya, gak semua orang yang semester 9 seperti aku juga punya kebiasaan yang sama.
Tunggu!!!
Dari sini kita bisa menerapkan ilmu matematika kita untuk menganalisis data. Sebuah informasi tentang kecenderungan menggunakan istilah matematika apa tidak dalam kehidupan sehari-hari seorang mahasiswa matematika juga merupakan data, yaitu data kualitatif. Data yang bukan merupakan bilangan. Atau jika kita mau meluangkan sedikit waktu untuk melakukan kuisioner kita bisa mendapatkan data kuantitatifnya. Sebuah bilangan yang menunjukkan berapa banyak orang yang biasa menggunakan istilah matematika dan berapa yang tidak. Aku akan mengeluarkan sebuah asumsi untuk membatasi permasalahan. Data yang disajikan hanya berdasar pengalaman pribadiku.
Mahasiswa matematika, otomatis kesehariannya akan berkutat dengan matematika secara all out. Bisa dipastikan juga mereka akan berurusan dengan istilah matematika secara kontinyu. Harusnya istilah itu mampu membaur bersama bahasa ibu mereka untuk dianalogkan dengan kata yang maksudnya serupa. Setidaknya karena mereka terlalu sering menggunakannya dalam kegiatan akademis. Tapi kenyataannya tidaklah demikian. Banyak dari teman-temanku memetak-metakkan itu. Bahkan ada seorang teman yang pandai banget nulis tapi tetap tak ada unsur istilah matematika didalamnya, kosakatanya cenderung ilmiah umum.
Dari situ aku mencoba menganalisis dengan membandingkan dengan diriku sendiri, dengan tulisan dari beberapa orang matematika. Mix and match, usut punya usut aku sampai pada satu kesimpulan bahwa factor yang mempengaruhi apakah seseorang akan membaurkan bahasa matematika atau tidak dalam kehidupan sehari-hari adalah rasa cintanya pada matematika. Bagaimana dia memenetrasi matematika dalam dirinya. Dimana dia menempatkan matematika dalam ruang hidupnya. Dari situ juga aku ingin mengeluarkan satu statement, bahwa seorang yang begitu pandai matematika belum tentu dia mencintai matematika.
Aku biasa mengibaratkan cinta sebagai sebuah benda multilayer dimana tiap layer adalah satu fase yang harus dilalui, mulai dari lapisan luar berupa kulit menuju lapisan dalam berupa inti dimana esensi dari cinta itu berada. Seorang pecinta matematika atau bukan adalah dilihat dari bagaimana dia menjelaskan apa yang bisa dia rasakan ketika ada dalam tiap fasenya. Karena itu juga aku jadi tau kenapa matakuliah semacam struktur aljabar dan analisis variabel real ada disemester-semester tinggi. Hanya mereka yang mau memasuki benda multilayer berlabel cinta saja yang bisa menangkap esensi dari matakuliah-matakuliah itu, seorang pecinta matematika. Selebihnya, aku bisa pastikan kalaupun kalian bisa tanpa mencintai matematika itu karena kemampuan menghapal kalian bisa diandalkan saat ujian.
Mencintai
matematika dan perubahan, sebenarnya cuma itu esensi yang ingin aku angkat dalam tulisan ini. Sebagai mahasiswa jurusan matematika, terutama yang masuk jurusan ini karena MBA (Mathematic by Accident) adalah sebuah opsi penting untuk mulai memahami lagi konsekuensi dari pilihan kita memasuki ruang kehidupan berlabel matematika ini. Meminimumkan statement ‘salah jurusan’ yang mungkin muncul satu saat nanti. Menyamarkan rasa terbebani yang membuat kita mengutuki diri ada di jurusan ini saat badai kesulitan mulai menghadang. Semuanya mungkin dengan melakukan perubahan paradigma dalam diri kita, semacam positif thinking pada matematika.
Seseorang yang sudah ada di jurusan matematika harusnya tidak adalagi konsepsi ‘matematika itu sulit’ di dalam pikirannya. Tapi mulai mendoktrinkan pada dirinya sendiri, bahwa menghadapi matematika adalah sebuah tantangan. Kelihatan mustahil tapi ketika benar-benar dihadapi dan sampai pada penyelesaian akan memberikan kepuasan tak terdeskripsikan. Dan aku mengibaratkannya seperti sebuah perjalanan pendakian gunung. Saat ada di bawah dan memandang puncak gunung yang menjulang menjemput awan, serasa sebuah perjalanan teramat berat ada di depan kita. Namun saat ada di puncaknya akan terlupa segala rasa ‘sulit’ yang muncul, tersamarkan oleh kepuasan melihat megahnya alam dan kebanggaan pada diri sendiri karena mampu mengantarkan kita menginjak puncak kesulitan.
Saat kamu
menginjakkan kaki di matematika, saat itu pula otak dan hatimu harus memasuki benda multilayer dengan merubah semua pemikiran negatif tentangnya. Mencintai matematika…. Dan percayalah, matematika memang pantas dicintai….
Posted on August 19, 2008 by d-sassygirl-r.
Note:
Aku angkat dan posting tulisan ini, karena aku suka orang-orang yang mencintai Matematika... Bravo d-sassygirl-r
(DjokoNug)
Keabadian di dunia adalah perubahan.
Implikasinya, berubah adalah syarat perlu dan syarat cukup untuk mencapai sebuah keabadian. Syarat perlu dan syarat cukup, seperti statistika saja.
Mungkin karena aku mahasiswa matematika semester 9, jadi kosakatanya sedikit terkontaminasi istilah matematika. Tapi bukankah sejak kelas 1 SD aku sudah berkenalan dengan matematika, wajarlah kalau kosakata matematikaku semakin banyak dan terapresiasi dalam kehidupan sehari-hari. Tapi sedikit aneh juga kalau virus membaurkan bahasa matematika dengan bahasa sehari-hari ini hanya menjangkiti sebagian orang saja. Maksudnya, gak semua orang yang semester 9 seperti aku juga punya kebiasaan yang sama.
Tunggu!!!
Dari sini kita bisa menerapkan ilmu matematika kita untuk menganalisis data. Sebuah informasi tentang kecenderungan menggunakan istilah matematika apa tidak dalam kehidupan sehari-hari seorang mahasiswa matematika juga merupakan data, yaitu data kualitatif. Data yang bukan merupakan bilangan. Atau jika kita mau meluangkan sedikit waktu untuk melakukan kuisioner kita bisa mendapatkan data kuantitatifnya. Sebuah bilangan yang menunjukkan berapa banyak orang yang biasa menggunakan istilah matematika dan berapa yang tidak. Aku akan mengeluarkan sebuah asumsi untuk membatasi permasalahan. Data yang disajikan hanya berdasar pengalaman pribadiku.
Mahasiswa matematika, otomatis kesehariannya akan berkutat dengan matematika secara all out. Bisa dipastikan juga mereka akan berurusan dengan istilah matematika secara kontinyu. Harusnya istilah itu mampu membaur bersama bahasa ibu mereka untuk dianalogkan dengan kata yang maksudnya serupa. Setidaknya karena mereka terlalu sering menggunakannya dalam kegiatan akademis. Tapi kenyataannya tidaklah demikian. Banyak dari teman-temanku memetak-metakkan itu. Bahkan ada seorang teman yang pandai banget nulis tapi tetap tak ada unsur istilah matematika didalamnya, kosakatanya cenderung ilmiah umum.
Dari situ aku mencoba menganalisis dengan membandingkan dengan diriku sendiri, dengan tulisan dari beberapa orang matematika. Mix and match, usut punya usut aku sampai pada satu kesimpulan bahwa factor yang mempengaruhi apakah seseorang akan membaurkan bahasa matematika atau tidak dalam kehidupan sehari-hari adalah rasa cintanya pada matematika. Bagaimana dia memenetrasi matematika dalam dirinya. Dimana dia menempatkan matematika dalam ruang hidupnya. Dari situ juga aku ingin mengeluarkan satu statement, bahwa seorang yang begitu pandai matematika belum tentu dia mencintai matematika.
Aku biasa mengibaratkan cinta sebagai sebuah benda multilayer dimana tiap layer adalah satu fase yang harus dilalui, mulai dari lapisan luar berupa kulit menuju lapisan dalam berupa inti dimana esensi dari cinta itu berada. Seorang pecinta matematika atau bukan adalah dilihat dari bagaimana dia menjelaskan apa yang bisa dia rasakan ketika ada dalam tiap fasenya. Karena itu juga aku jadi tau kenapa matakuliah semacam struktur aljabar dan analisis variabel real ada disemester-semester tinggi. Hanya mereka yang mau memasuki benda multilayer berlabel cinta saja yang bisa menangkap esensi dari matakuliah-matakuliah itu, seorang pecinta matematika. Selebihnya, aku bisa pastikan kalaupun kalian bisa tanpa mencintai matematika itu karena kemampuan menghapal kalian bisa diandalkan saat ujian.
Mencintai
matematika dan perubahan, sebenarnya cuma itu esensi yang ingin aku angkat dalam tulisan ini. Sebagai mahasiswa jurusan matematika, terutama yang masuk jurusan ini karena MBA (Mathematic by Accident) adalah sebuah opsi penting untuk mulai memahami lagi konsekuensi dari pilihan kita memasuki ruang kehidupan berlabel matematika ini. Meminimumkan statement ‘salah jurusan’ yang mungkin muncul satu saat nanti. Menyamarkan rasa terbebani yang membuat kita mengutuki diri ada di jurusan ini saat badai kesulitan mulai menghadang. Semuanya mungkin dengan melakukan perubahan paradigma dalam diri kita, semacam positif thinking pada matematika.
Seseorang yang sudah ada di jurusan matematika harusnya tidak adalagi konsepsi ‘matematika itu sulit’ di dalam pikirannya. Tapi mulai mendoktrinkan pada dirinya sendiri, bahwa menghadapi matematika adalah sebuah tantangan. Kelihatan mustahil tapi ketika benar-benar dihadapi dan sampai pada penyelesaian akan memberikan kepuasan tak terdeskripsikan. Dan aku mengibaratkannya seperti sebuah perjalanan pendakian gunung. Saat ada di bawah dan memandang puncak gunung yang menjulang menjemput awan, serasa sebuah perjalanan teramat berat ada di depan kita. Namun saat ada di puncaknya akan terlupa segala rasa ‘sulit’ yang muncul, tersamarkan oleh kepuasan melihat megahnya alam dan kebanggaan pada diri sendiri karena mampu mengantarkan kita menginjak puncak kesulitan.
Saat kamu
menginjakkan kaki di matematika, saat itu pula otak dan hatimu harus memasuki benda multilayer dengan merubah semua pemikiran negatif tentangnya. Mencintai matematika…. Dan percayalah, matematika memang pantas dicintai….
Posted on August 19, 2008 by d-sassygirl-r.
Note:
Aku angkat dan posting tulisan ini, karena aku suka orang-orang yang mencintai Matematika... Bravo d-sassygirl-r
(DjokoNug)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar