Total Tayangan Halaman

Sabtu, 07 Februari 2009

Al Mudharabah: Fenomena di Perbankan Syariah

Pengantar:

Mengapa dan mengapa (pertanyaan klasik) Portofolio Pembiayaan Al Mudharabah di Indonesia sangat kecil...? Padahal kita tahu bahwa, Mudharabah (Prinsip Bagi Hasil) merupakan jiwa dari Bank Syariah. Fenomena tersebut terjadi, apakah memang Perbankan Syariah "enggan"... ? atau barangkali sistem dan SDM Bank yang belum sepenuhnya siap? Saya yakin para pakar perbankan syariah telah memiliki banyak jawaban, tetapi realitanya.... dapat kita amati perkembangannya bersama. Semoga Allah swt senantiasa memberikan petunjukNya kepada kita semua.

Pendahuluan

Mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang mengunakan prinsip bagi-hasil.i Namun pembiayaan mudharabah kurang diminati oleh bank syariah dibanding dengan produk pembiayaan yang berprinsip jual-beli. Hal ini diakibatkan bank syariah kurang mengetahui resiko ketidakpastian—untung atau rugi—ketika pengusaha mengelola dana mudharabah-nya. Walaupun berbagai prosedur telah digunakan oleh pihak bank syariah namun resiko ketidakpastian ini tetap kurang bisa diminimalisir. Masalah resiko ketidakpastian ini merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaan prinsip bagi-hasil di bank syariah.ii Oleh karenanya bank syariah dituntut ekstra hati-hati dalam mengelola pembiayaan mudharabah.

Sebenarnya rendahnya pembiayaan mudharabah mengambarkan bahwa operasi bank syariah belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Bank syariah yang seharusnya memperbesar pangsa produk mudharabah tersebut, bukan hanya terfokus pada produk jual-beli. Keunggulan perbankan syariah justru pada produk mudharabah—dan musyarakah—yang dikenal sebagai quasi equity financing yang memberikan dampak pada kestabilan ekonomi.iii Namun ternyata bank syariah kurang berminat untuk menawarkan produk mudharabah sepenuhnya, hal ini disebabkan pertama, sumber dana bank yang sebagian jangka pendek kurang dapat digunakan untuk membiayai bagi hasil yang biasanya jangka panjang. Kedua, pengusaha cenderung kurang berminat mengunakan bagi-hasil karena lebih memilih bunga yang memiliki tingkat keuntungan yang pasti, Ketiga, kebanyakan yang memilih modal bagi hasil adalah mereka yang berbisnis dengan resiko tinggi. Keempat, untuk menyakinkan bank bahwa usahanya akan memberikan keuntungan tinggi, pengusaha terdorong untuk membuat proyeksi bisnis yang terlalu optimis. Kelima, banyak pengusaha memiliki dua pembukuan, dimana pembukuan yang diberikan kepada bank tingkat keuntungan lebih rendah. iv

Beberapa sebab di atas menjadikan bank sangat berhati-hati dalam menawarkan pembiayaan mudharabah. Keadaaan ini menjadikan kesan bank syariah dalam menjalankan operasi lebih berorientasi pada bisnis, kurang memperhatikan kemaslahatan umat. Keadaan ini tidak lepas dari posisi pembiayaan produk mudharabah dalam konteks praktek hukum ekonomi Indonesia yang berhubungan dengan produk bank syariah. Bank syariah kurang mendapat jaminan dari hukum yang ada, jika terdapat kecurangan dari pihak pengusaha dalam mengunakan dana. Keadaan ini berlaku sampai saat ini sehingga bank syariah mengeluarkan dana didasarkan atas kepercayaan (trust) an sich, dimana bank dapat percaya bila didukung atas kelengkapan administrasi dari pihak pengusaha. Oleh karena itu, masyarakat yang mengunakan prinsip bagi-hasil memiliki status orang yang dipercaya oleh bank syariah untuk memutar uang di sektor riil. Namun dengan kepercayaan ini, tidak berarti bank syariah membiarkan pengusaha menjalankan usahanya sendiri sebab bank syariah memiliki fungsi kemaslahatan. Jadi bank syariah memiliki peluang untuk mengendalikan usaha nasabah, walaupun peluang ini hanya sebatas untuk menjaga konsistensi nasabah untuk komit terhadap kesepakatan pengunaan dana. Tetapi dalam prateknya bank syariah tidak memiliki kemampuan untuk mendampingi pengusaha sepenuhnya. Inilah yang menjadikan bank kurang bisa memprediksi bahkan cenderung berspekuasi atas perkembangan usaha yang dilakukan pengusaha, apalagi nanti pada saat penyampaian laporan keuangan bank tidak memiliki kontrol penuh melakukan visitasi dalam laporan keuangan tersebut.


Kebutuhan Lembaga Penjamin

Namun ketidakpastian resiko yang dihadapi bank syariah dalam mengunakan prinsip bagi-hasil bukan berarti prinsip ini kurang marketable. Untuk memberikan kenyamanan bagi bank syariah dalam memberikan dana kepada pengusaha melalui prinsip bagi-hasil perlu dibentuk Lembaga Penjamin.v Keberadaan Lembaga Penjamin ini memiliki dua filosofi, pertama untuk mengurangi spekulasi bank syariah atas resiko ketidakpastian keuntungan atau kerugian pengusaha dalam mengelola dana bank syariah. Dua, bank syariah memiliki fungsi sebagai lembaga yang berperan dalam meningkatkan kegiatan ekonomi sesuai dengan kemaslahatan umat.

Lembaga Penjamin dibentuk oleh bank syariah dan menjadi bagian bank syariah, atau lembaga independen yang dipercaya bank syariah untuk menjadi Lembaga Penjamin.vi Lembaga Penjamin ini harus memiliki kriteria-kriteria tertentu, misalnya memiliki kompentensi dalam mengembangkan perbankan syariah, memiliki komitmen pengelola sektor riil dan sebagainya. Lembaga Penjamin harus memiliki keterikatan dengan pihak bank syariah supaya Lembaga Penjamin tidak terjebak sebagai lembaga broker. Dimana Lembaga Penjamin hanya mengajukan kepada bank syariah nasabah-nasabah yang prospektif. Kenyataan ini akan menimbulkan indikasi yang kurang baik, karena bisa saja nasabah “menyuap” Lembaga Penjamin tersebut untuk memberikan rekomendasi layak kepada bank syariah.

Kegiatam Lembaga Penjamin nantinya adalah mengevaluasi, mengklasifikasi dan meverifikasi pengusaha yang mengajukan pembiayaan. Di samping itu, lembaga ini bertugas memberikan pendampingan terbatas, seperti memberikan pengarahan atas pengunakan dana, proses produksi, praktek pemasaran dan pengelolaan keuangan. Lembaga ini juga memiliki kewajiban untuk memberikan laporan kepada bank dan pengusaha, dengan laporan ini bisa dijadikan evaluasi dan rekomendasi dalam memutuskan kebijakan oleh pihak bank terhadap pengusaha. Adapun keberadaan Lembaga Penjamin dalam produk mudharabah adalah sebagai berikut:


Lembaga penjamin dalam praktek mudharabah

5. Pencairan


4.Rekomendasi


Bank Syariah

Pengusaha

Lembaga Penjamin


2. Informasi

3.Studi Kelayakan



1. Pengajuan


6. Pebayaran



(1) Pengusaha mengajukan pembiayaan kepada bank syariah. Bank syariah melalui Lembaga Penjamin mempelajari pengajuan pembiayaan dari pengusaha.

(2) Lalu Lembaga Penjamin melakukan studi kelayakan dengan melakukan survey usaha.

(3) Selanjutnya Lembaga Penjamin memberikan rekomendasi kepada bank syariah mengenai kelayakan pembiayaan yang diajukan oleh pihak pengusaha.

(4) Bila layak, bank syariah memberikan dana sesuai dengan rekomendasi Lembaga Penjamin.

(5) Selanjutnya dalam proses pengunaan dana dibidang produksi oleh pengusaha akan didampingi oleh Lembaga Penjamin dengan melakukan survey lapangan sesuai dengan kebutuhan, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.

(6) Dengan begitu bank syariah mendapatkan laporan mengenai prospek dan jalannya perkembangan usaha nasabah selama mengunakan dana bank syariah dan memonitor pembayaran secara efektif..


Lembaga Penjamin dan Kombinasi Produk

Di samping itu untuk mengurangi resiko dari ketidakpastian dari pembiayaan yang diberikan kepada nasabah. Bank syariah dapat juga dilakukan kombinasi produk antara prinsip bagi-hasil dengan jual-beli dan jasa. Bukan berarti dengan pengkombinasian ini hilang prinsip bagi-hasil, tetapi pegkombinasian ini dalam rangka mengakomodir permasalahan masyarakat yang akan berhubungan dengan bank syariah. Pengkombinasian prinsip bagi-hasil dengan prinsip lain memiliki tujuan supaya, pertama produk bagi hasil memiliki daya tarik bagi pihak bank ataupun nasabah. Kedua, mengurangi ketidakpastian resiko yang dihadapi bank syariah dalam mengeluarkan dananya. Ketiga, menunjukkan bahwa bank syariah akomodatif dengan masalah-masalah yang berkembang di masyarakat.

Maka kombinasi prinsip bagi-hasil dengan prinsip yang lain bisa dilakukan oleh bank syariah. Namun ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan dalam mengkombinasi dua produk ini, pertama, setiap melakukan transaksi yang berhubungan dengan produk yang terdapat prinsip bagi hasilnya diperlukan Lembaga Penjamin. Kedua, dana yang yang dipakai nasabah guna memenuhi kebutuhan produksi atau berupa barang-barang produksi. Ketiga, kombinasi antara dua produk relevan dengan masalah masyarakat. Adapun produk pembiayaan bank syariah bagi hasil yang bisa dikombinasikan dengan produk lain sebagai berikut :

  1. Produk al-Istishna wa al-Mudharabah Muqayyadah

Produk ini merupakan kombinasi dari produk al-istishna dengan al-mudharabah muqayyadah. Pengusaha mengajukan pembiayaan dalam bentuk al-Istishna wa al-Mudharabah kepada bank syariah. Kemudian bank syariah melalui rekomendasi Lembaga Penjamin membeli barang-barang kebutuhan produksi yang dipesan pengusaha ke produsen. Selanjutnya bank syariah memberikan barang kepada pengusaha dengan pelunasan secara berangsur dengan prinsip bagi-hasil.

  1. Produk al-Ijarah al-Muntahia bi-Tamlik wa al-Mudharabah Muqayyadah (IJMM)

Produk ini merupakan kombinasi dari produk al-Ijarah al-Muntahia bi-Tamlik dengan al-Mudharabah Muqayyadah. Pengusaha meinginkan pembiayaan dari produk al-Ijarah al-Muntaha bi-Tamlik wa al-Mudharabah Muqayyadah kepada bank syariah. Bank syariah kemudian dengan rekomendasi Lembaga Penjamin menghubungi suplier guna memenuhi barang produksi yang akan disewakan pada pengusaha. Selanjutnya bank memberikan barang kepada pengusaha. Nasabah membayar sewa dengan cara mengangsur dengan prinsip bagi-hasil.

  1. Produk al-Hiwalah wa al-Mudharabah Muqayyadah

Produk ini kombinasi antara al-hiwalah dengan al-mudharabah muqayyadah. Bila pengusaha ingin mendapatkan pembiayaan mudharabah melalui rekomendasi Lembaga Penjamin, kemudian pada suatu saat ia mengalami kesulitan usaha. Maka dimungkinkan untuk memindahkan modal yang tersisa kepada pengusaha lain dengan kesempakatan dengan bank syariah. Melalui Lembaga Penjamin, bank syariah melakukan studi kelayakan dari pemindahan utang tersebut (hiwalah). Bila Lembaga Penjamin merekomendasikan tidak bermasalah maka pihak bank syariah menyetujui. Selanjutnya pembayaran cicilan dengan bagi-hasil dibebankan pada pengusaha yang telah setuju menanggung beban dari pengusaha pertama.

  1. Produk al-Rahn wa al-Mudharabah Muqayyadah

Produk ini kombinasi antara produk al-rahn dan al-mudharabah muqayyadah. Nasabah ingin mendapatkan pembiayaan al-rahn wa al-mudharabah muqayyadah Lalu pengusaha menjaminkan barangnya kepada bank untuk mendapatkan dana guna membeli barang produktif. Selanjutnya lembaga penjamin melakukan studi kelayakan atas usaha pengusaha. Bila rekomendasi Lembaga Penjamin menyatakan bahwa pengusaha layak mendapat dana maka bank mencairkan dana. Selanjutnya pelunasan dengan cara mengangsur dengan mengunakan prinsip bagi-hasil.

Tidak menutup kemungkinan bagi bank syariah untuk menkombinasikan lebih dari dua produk. Namun hal ini bukan semata-mata untuk mengurangi resiko kerugian bank akibat bank syariah menawarkan pembiayaan mudharabah. Namun dalam mengkombinasikan 2 atau lebih dari 2 produk perlu dipertimbangkan landasan-landasan normatif yang tertuang dalam al-Quran, al-Hadist ataupun Ijtihad. Maka dalam pengkombinasian produk-produk perbankan ini dibutuhkan peran aktif Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional


Penutup

Praktek pembiayaan bagi-hasil memiliki resiko ketidakpastian yang lebih besar dibanding dengan produk yang berprinsip jual-beli. Prinsip bagi-hasil memiliki ciri dalam memeratakan resiko antara bank dan pengusaha sehingga pengusaha tidak mempunyai beban untuk selalu menyisihkan dana tetap untuk dibayarkan kepada bank. Sedangkan bank syariah sebagai pemilik dana mendapatkan keuntungan berdasarkan besarnya keuntungan yang diterima pengusaha. Walaupun bank tidak memiliki tanggung jawab atas pengunaan dana oleh pengusaha, namun bank syariah memiliki fungsi kemaslahatan sehingga secara tidak langsung bank syariah memiliki tanggung jawab terhadap jalannya usaha pengusaha tersebut.

Usaha untuk mengurangi resiko ketidakpastian usaha, bank syariah memerlukan Lembaga Penjamin. Lembaga ini menjamin kelayakan permohonan dan pengunaan dana, kelayakan produksi, kelayakan praktek pemasaran dan kelayakan pengelolaan keuangan bagi pengusaha yang mengajukan pembiayaan mudharabah. Melalui Lembaga Penjamin ini resiko untung atau rugi dalam suatu produksi dapat diprediksikan. Sehingga bank syariah lebih bisa bersikap tegas terhadap pengusaha yang mengajukan pembiayaan mudharabah, demikian juga bank syariah akan lebih all out mengunakan produk mudharabah ini di dalam sistem pembiayaan bank syariah.

Namun demikian tidak menutup kemungkinan bagi pihak bank dengan mempertimbangkan aspek syariah menkombinasikan produk mudharabah dengan produk yang lain. Pengkombinasian ini mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan masyarakat atas keberadaan suatu produk pembiayaan. Dengan pengkombinasian ini diharapkan produk mudharabah akan lebih meningkatkan minat masyarakat untuk mengunaan pembiayan bagi-hasil dan mengurangi resiko bank dalam menghadapi ketidakpastian dan kerugian.

Wallahu a’lam bishawab


iCatatan

 Prinsip bagi-hasil ada dua, mudharabah dan musyarakah. Dalam tulisan ini penulis lebih memfokuskan pada pembiayaan mudharabah.

ii Sistem mudharabah jika ada kerugian maka beban kerugian tersebut dibebankan kepada bank syariah tetapi bila ada kerugian yang disebabkan oleh pengusaha maka beban kerugian dibeban kepada penguasa tersebut. Lihat pendapat empat mazhab dalam Nejatullah Siddiqi, (1985) Partnership and Profit-Sharing in Islamic Law, The Islamic Foundation, p. 20

iii Musyarakah dan mudharabah diperlukan dalam rangka mengentas usaha kecil dan menengah dimana keuntungan yang dihasilkan kurang bisa diprediksikan sehingga dengan mengunakan pembiayaan ini beban produksi akan berkurang. Lihat dalam Mulya Siregar, “Perbankan Syariah di Indonesia: Evaluasi dan Prospek”, Jurnas Hukum Bisnis, Vol 20, Agustus-September 2002, h. 63

iv Lima hal ini merupakan hasil penelitian dari Oxford Centre for Islamic Studies, lihat dalam Adiwarman A. Karim, (2001), Ekonomi Islam Suatu kajian Kontemporer, Gema Insani Press Jakarta, h. 83

v Keberadaan Lembaga Penjamin di dalam suatu transaksi bagi hasil dikemukan Chapra (1996), dalam Monetary Management in an Islamic Economiy, Islamic Economic Studies, Vol. 4. No 1

vi Kompensasi Lembaga Penjamin dari luar, bisa disepakati atas prosentase keuntungan yang di dapat oleh pihak bank dari keuntungan nasabah yang diterima, atau didasarkan atas kontrak antara bank syariah dengan Lembaga Penjamin. Lembaga Penjamin disini kurang tepat kalau disamakan dengan asuransi, dimana bank syariah membayar premi kepada Lembaga Penjamin guna menjamin kalau ada kerugian usaha dari nasabah karena mengunakan dana mudharabah.


reff: herisudarsono07.multiply.com/journal/item/41/...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar