Total Tayangan Halaman

Selasa, 17 Februari 2009

Khitan

Hukum Khitan Bagi Laki-Laki dan Perempuan

Selama ini yang kita tahu bahwa khitan itu adalah wajib. Padahal ada pendapat lain yang mengatakan sunat. Mana yang betul? Masalah khitan ini sebenarnya tidak ada yang istimiwa bagi umat Islam. Setiap anak laki-laki muslim pasti sudah menyiapkan diri untuk dikhitan sebelum mencapai umur akil baligh. Sebaliknya khitan adalah sesuatu yang menakutkan bagi non-Muslim. Mereka pikir dengan berkhitan, mereka akan kehilangan seluruh alat vitalnya. Entah dari mana mereka mendapatkan informasi tersebut.

Pernah ada seorang dokter yang menerima seorang pasien Cina untuk dikhitan. Ternyata pasien ini bertaruh dengan teman-temannya yang lain kalau dia berani untuk dikhitan. Semua ongkos khitan akan dibayar oleh kawannya plus ditambah uang sebesar RM 4000. Demi uang itulah, pasien Cina ini nekat untuk dikhitan. Ternyata menurutnya dikhitan itu tidak menyakitkan. Pasien Cina ini kemuadian berjanji untuk mempromosikan khitan bagi kawan-kawannya yang lain.

Khitan ini juga menjadi momok bagi non-Muslim yang hendak memeluk Islam. Banyak juga yang urung memeluk Islam karena takut dengan khitan. Ini sebenarnya salah ustadz atau orang yang menerangkan kepada non-Muslim itu. Seandainya diterangkan bahwa tidak perlu dikhitan dulu sebelum masuk Islam, tentunya orang non-Muslim ini akan memeluk Islam. Lambat laun ketika dia sudah belajar Islam dengan baik, dengan sendirinya dia meminta untuk dikhitan.


Ulama-Ulama Yang Mengatakan Wajib

Imam Nawawi (al-Majmu’ (1/301) mengatakan bahwa jumhur atau mayoritas ulama menetapkan khitan itu wajib bagi laki-laki dan perempuan. Imam Nawawi menekankan bahwa jumhur itu mewakili mazhab Syafi’i, Hanabilah dan sebagian Malikiah. Pendapat ini turut didukung oleh Syaikh Muhammad Mukhtar al-Syinqithi (ahkamul Jiraha wa Tibbiyah (168)) dan salafi Syam pimpinan al-Albani.

Kalau menurut Imam Ibn Qudamah (al-Mughni 1/85) malah lain lagi. Menurut beliau jumhur menetapkan bahwa khitan wajib bagi laki-laki tapi dianjurkan (mustahab) bagi perempuan. Imam Qudamah malah mendakwa bahwa jumhur itu mewakili sebagian Hanbilah, sebagian Maliki dan Zahiri. Pendapat Ibn Qudamah disetujui oleh Syaikh Ibn Uthaimiin.

Disini kita bisa melihat bahwa istilah jumhur (mayoritas) itu sendiri tidak sama antara Imam Ibn Qudamah dan Imam Nawawi.

Dalil-dalil yang mereka pakai untuk menyatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib adalah sebagai berikut.


[1] Dalil dari Al’Quran

  1. Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (Al’Quran 2:124). Menurut Tafsir Ibn Abbas, khitan termasuk ujian ke atas Nabi Ibrahim dan ujian ke atas Nabi adalah dalam hal-hal yang wajib (al-Fath, 10:342).
  2. Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (Al’Quran 16:123). Menurut Ibn Qayyim (Tuhfah, 101), khitan termasuk dalam ajaran Ibrahim yang wajib diikuti sehingga ada dalil yang menyatakan sebaliknya.

[2] Dalil Hadith

  1. Dari Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari datuknya, bahwa dia datang menemui RasuluLlah S.A.W dan berkata, “Aku telah memeluk Islam. Maka Nabi pun bersabda, “Buanglah darimu rambut-rambut kekufuran dan berkhitanlah.” [HR Ahmad, Abu Daud dan dinilai Hasan oleh al-Albani]. Hadith ini dinilai dha’if oleh manhaj mutaqaddimin.
  2. Dari az-Zuhri, bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa masuk Islam, maka berkhitanlah walaupun sudah dewasa.” Komentar Ibn Qayyim yang memuatkan hadith di atas dalam Tuhfah, berkata walaupun hadith itu dha’if, tapi ia dapat dijadikan penguat dalil.


[3] Atsar Salaf

  1. Kata Ibn Abbas, ” al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak diterima solatnya dan tidak dimakan sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah) dalam versi Ibn Hajar “Tidak diterima syahadah, solat dan sembelihan si Aqlaf (org belum khitan)”.

Itulah dalil-dalil yang dipegang oleh mayoritas fuqaha yang menyatakan khitan itu wajib.


Ulama-Ulama Yang Mengatakan Sunnat

Pendapat ini didukung oleh Hanafiah dan Imam Malik. Syeikh al-Qardhawi menyetujui pendapat ini dan berkata, “Khitan bagi lelaki cuma sunnah syi’ariyah atau sunnah yang membawa syi’ar Islam yang harus ditegakkan. Ini juga pendapat al-Syaukani. (Fiqh Thaharah)


[1] Dalil Hadith

  1. Dari Abu Hurayrah ra: “Perkara fitrah ada lima: berkhitan….” (Sahih Bukhari-Muslim). Oleh kerana khitan dibariskan sekali dengan sunan alfitrah yang lain, maka hukumnya adalah sunat juga. (al-Nayl oleh Syaukani).
  2. Khitan itu sunnah bagi kaum lelaki dan kehormatan bagi kaum wanita.” (HR Ahmad, dinilai dha’if oleh mutaqaddimin dan mutaakhirin seperti al-Albani). Jika hadith ini sahih barulah isu hukum wajib dan sunat dapat diselesaikan secara muktamad. Sayangnya hadith yang begini jelas adalah dha’if.

Jadi pendapat mana yang lebih rajih? Wajib atau sunat?

Pendapat paling kuat adalah sunat seperti yang ditarjih oleh al-Qardhawi dalam Fiqh Thaharah. Ini kerana millat Ibrahim itu tidak ditujukan kepada kita. Sedangkan hadith-hadith sahih dalam Bukhari-Muslim lebih menjurus kepada hukum sunnat bukan wajib. Dengan itu pendapat minoriti yaitu Hanafi lebih diungguli.


Adakah riwayat sahih yang menerangkan Rasulullah s.a.w. dan para sahabat senior lain yang bersunat?

Tidak ada riwayat yg sahih. Cuma Ibn Qayyim membuat ulasan, bahwa ada tiga riwayat mengenai kapankah Nabi S.A.W dikhitan, ada yang mengatakan beliau lahir dalam keadaan dikhitankan, ada yang mengatakan baginda dikhitankan oleh Malaikat sebelum Isra’-Mi’ra dan ada juga yang mengatakan baginda dikhitan oleh Abdul Muttalib menurut kebiasaan arab yg mengamalkan ajaran Nabi Ibrahim-Ismail. Semua riwayat itu bermasalah (Tuhfah).


Apakah Umur Yang Sesuai Untuk Berkhitan?

Sebenarnya ada tiga waktu berlainan untuk berkhitan:

  1. Waktu wajib - yaitu sebelum masuk umur baligh (Ibn al-Qayyim, Tuhfah-110).
  2. Waktu yg dianjurkan - yaitu ketika usia kanak-kanak dianjurkan untuk solat (7 tahun) atau disebut juga waktu itsghar (Tuhfah-112).
  3. Waktu mubah - yaitu waktu selain yg disebutkan di atas.

Berdasarkan pembagian di atas, maka khitan pada usia 2-3 bulan dibolehkan. Bagaimana dengan khitan pada hari ke 7?

Khitan pada hari ke 7 tidak sahih hadith-hadith nya (Imam al-Albani, Tamam al-Minnah, 67-69). Walaupun begitu Ibn Taymiyah pernah berfatwa bahwa syari’at Ibrahim as melakukan khitan pada usia 7 hari, maka kita boleh mengikuti sunnah Ibrahim yaitu khitan pada usia bayi yang masih kecil.

Jadi kesimpulannya adalah umur untuk berkhitan adalah umum yaitu sebelum baligh dan tidak dikhususkan secara khusus seperti syari’at Yahudi yaitu pada hari ke 7.


Keuntungan Khitan

Seiykh al-Qardhawi berkata, di antara fiqh almaqosyid (kebaikan) khitan lelaki adalah:

  • mencegah kotoran dan tempat pembiakan kuman pada zakar
  • terhindarnya zakar dari terkena penyakit kelamin seperti sifilis
  • quluf atau foreskin zakar akan mudah mengalami radang atau melecet
  • zakar akan kurang risiko kepada penyakit zakar seperti pembengkakan atau kanker
  • memaksimumkan kepuasan seks ketika jima’ (hubungan seks) (Fiqh Taharah, 172)

Amankan Berkhitan Ketika Masih Bayi?

Khitan waktu bayi masih berusia beberapa bulan terbukti tidak menyakitkan bayi tersebut, karena pensarafan belum terbentuk dengan sempurna di sekitar zakar & kulit zakar. Buktinya, bayi tidak dapat mengontrol kencing mereka. Lantaran itu, prosedur khitan sewaktu awal bayi dilakukan tanpa memerlukan bius kerana ia tidak menyakitkan bayi tersebut. Ini berbeda dengan kanak-kanak yang telah besar. Maka berkhitan awal terdapat kebaikannya seperti yang disarankan oleh para dokter.

Ada proposal yang dibuat oleh pakar psikologi bahawa kanak-kanak yang berkhitan lebih awal, kurang cenderung untuk untuk terlibat dalam masturbasi dan melihat gambar porno. Dia memberi alasan kanak-kanak yang berkhitan ketika bayi tidak melihat ‘transformasi’ zakarnya, lantas kurang bereksperimentasi atay berfantasi dengannya.

sumber: http://blog.wiemasen.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar