Total Tayangan Halaman

Kamis, 29 Januari 2009

ISLAM DI TANAH PAPUA

Ditulis pada oleh lengkas

Islam adalah suatu agama baru yang lahir di semenanjung Arabia sesudah agama Yahudi dan Kristen, dan merupakan agama terakhir dalam sejarah agama-agama terbesar didunia. Suatu agama wahyu yang bersifat Monotesis karena menerima wahyu dari Allah dan mengajarkan tentang Tuhan atau Allah Yang Esa (ajaran Tauhid). Islam mewajibkan para pengikutnya untuk melakukan dakwah (pewartaan) kepada ummat manusia tentang Allah yang Esa.

Kurang lebih seratus tahun setelah wafatnya nabi Muhammad saw, Islam mulai bergerak keluar dari tanah kelahirannya dan memasuki wilayah negara-negara tetangga di sekitar. Tujuan disebarkannya ajaran agama Islam sejak kelahiran dan perkembangannya ke berbagai penjuru dunia, bahkan ke Indonesia pun telah banyak di ketahui dalam sejarah bangsa-bangsa. Namun sejarah kedatangan ajaran agama Islam di tanah Papua masih merupakan sebuah polemic dan belum banyak diketahui, termasuk masuknya ajaran islam melalui pintu di semenanjung Onin Fakfak. Hal ini disebabkan karena ketiadaan literatur tertulis tentang historiografi masuknya ajaran agama Islam.

Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan panjang di antara para ahli mengenai tiga masalah pokok: tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha menjawab ketiga masalah pokok ini jelas belum tuntas, tidak hanya karena kurangnya data yang dapat mendukung suatu teori tertentu, tetapi juga karena sifat sepihak dari berbagai teori yang ada.

Terdapat kecenderungan kuat, suatu teori tertentu menekankan hanya aspek-aspek khusus dari ketiga masalah pokok, sementara mengabaikan aspek-aspek lainnya. Karena itu, kebanyakan teori yang ada dalam segi-segi tertentu gagal menjelaskan kedatangan Islam, konversi agama yang terjadi, dan proses-proses Islamisasi yang terlibat di dalamnya.[1]

Dalam perjalanannya, penyebaran Islam di tanah Papua dalam berbagai penelitian ilmiah telah menunjukan, bahwa wilayah Semenanjung Onin (Fakfak) di tanah Papua merupakan salah satu wilayah sentuhan batas akhir dari proses penyebaran Islam di dunia. Sebab penyiaran Islam tidak berhenti di Philipina dan atau Maluku seperti yang diduga selama ini, akan tetapi di Semenanjung Onin kabupaten Fakfak.

Dalam buku Sejarah Masuknya Islam di Fakfak yang disusun oleh Tim Ahli dari Pemerintah Daerah Fakfak tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam masuk di Fakfak pada tanggal 8 Agustus 1360 M dengan kehadiran mubaligh Abdul Ghaffar asal Aceh di Fatagar Lama, Kampung Rumbati[2] Fakfak. Penetapan tanggal awal masuknya Islam tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh Putra Bungsu Raja Rumbati XVI (Muhammad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H. Ismail Samali Bauw). Mubaligh Abdul Ghaffar berdakwah selama 14 tahun (1360 – 1374 M) di Rumbati dan sekitarnya, kemudian ia wafat dan dimakamkan dibelakang Masjid Kampung Rumbati pada tahun 1374 M.

Informasi lain tentang Abdul Gafur mubaligh asal Aceh, yang disampaikan Ibrahim Bauw (Raja Rumbati), bahwa Adul Gafur dan teman-temannya mendarat di Fatagar Lama, yang sebelumnya mencari rempah-rempah di Ternate, Bacan (Maluku Utara), dan pulau Misool. Menurutnya peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1502 M, yakni pada masa berkuasanya Raja Rumbati Mansmamor (Manimbo). Hingga saat ini makam Gafur masih terdapat di samping masjid kampung Rumbati, Teluk Patipi Fakfak, seperti yang dikutip Ismael Bauw dalam tulisannya.[3]

Pernyataan H.A.R. Gibb, seorang sarjana barat yang dikenal luas sebagai orientalis menegaskan tentang penyebaran Islam ke Asia Tenggara (Semenanjung Malaya), kepulauan Indonesia dan philipina sebagai berikut :

In the malay archipelago itself Islam gained afooting in Sumatra and Java throght traders in the thirt and fourteenth centuries, and gradually spread, partly by the exploits of military chieftains but more effectively through peaceful penetration,especially in Java. From Sumatra it was carried by colonists to the malay peninsula, and from Java to the Moluccas, and it has gained a more or less firm footing in all the islands eastwards to the sulu archipelago and Mindanao in the Philipines.[4]

Pernyaataan diatas ini memperlihatkan bahwa sejarah ekspansi (gerakan keluar) dan penyebaran Islam sebagai mana nampak dalam peta penyebarannya di mulai pantai barat benua Afrika di Samudera Atlantik hingga Sulu di Philipina bagian selatan, dan berakhir di kepulauan Maluku.

Uraian Gibb ini memperlihatkan pula, bahwa wilayah Semenanjung Onin di tanah Papua, tidak termasuk dalam peta penyebaran yang dikenal luas. Keadaa,n ini menunjukkan tentang adanya ketidaktahuan, serta tidak adanya pengenalan dan pemahaman yang baik dan jelas, terhadap penyebaran Islam sampai ke kepulakuan Raja Ampat di Sorong dan Semenanjung Onin (Fakfak di tanah Papua. Kelangkaan ini diakibatkan oleh tidak tersedianya informasi tertulis, baik dari para penulis Islam, maupun para pedagang yang menyebarkan agama Islam dan para ilmuwan non Islam tentang keadaan sesungguhnya yang terjadi dalam penyebaran itu. Hal ini diakibatkan kemungkinan bahwa para ahli sejarah, ilmu agama, dan para orientalis yang melakukan studi tentang Islam dunia masih beranggapan, atau melihat tanah Papua sebagai suatu pulau yang besar dan penuh dengan misteri dan hanya di huni oleh penduduk primitif yang masih menganut agama nenek moyang, yakni animisme dan dinamisme.

Penelitian ilmiah lainnya yang dilakukan Thomas W. Arnold seorang orientalis Inggris dalam bukunya The Preaching of Islam, berdasarkan sumber-sumber primer dari Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris dan lain-lainnya. Mencatat bahwa pada abad ke-16, suku-suku di Irian Jaya serta pulau-pulau di sebelah barat lautnya, seperti Waigeo, Misool, Waigama, dan Salawati, telah tunduk kepada Sultan Bacan[5] salah seorang Raja Maluku. Kemudian Sultan Bacan meluaskan kekuasaannya sampai semenanjung Onin (Fakfak), di barat laut Irian pada tahun 1606, melalui pengaruhnya dan pedagang Muslim maka para pemuka masyarakat pulau-pulau tadi memeluk Agama Islam. Meskipun masyarakat pedalaman masih tetap menganut animisme, tetapi rakyat pesisir adalah Islam.[6]

Dari keterangan-keterangan sumber lokal di atas, dapat diasumsikan bahwa Islam telah dikenal oleh masyarakat Papua (daerah Kepala Burung) melalui kontak dagang dengan para pedagang Muslim Maluku sekitar abad antara abad ke-14. Perbedaaan sumber tradisi lisan dari keturunan Sultan di Maluku dan keturunan Raja-raja di Fakfak (juga di Raja Ampat dan lain-lain), memang perlu diteliti dan dianalisis lebih dalam. Silang pendapat terjadi diakibatkan oleh prakiraan atau barangkali tuturan lisan dari sumber-sumber informasi yang kurang begitu mengetahui dengan baik peristiwa-peristiwa sejarah yang jauh beberpa abad dibelakangnya.

Sementara itu Thomas W.Arnold ( 1979 ) menuliskan kesaksiannya menyatakan bahwa Agama Islam disambut dengan hangat oleh suku-suku bangsa yang lebih maju peradabannya diantara penduduk kepulauan Nusantara dan kurang mendalam dikalangan penduduk yang lebih bersahaja.Demikianlah misalnya suku-suku didaratan Papua serta pulau-pulau sebelah barat lautnya seperti Waigeo, Misool ,Waigama,dan Salawati .Pulau-pulau tersebut breikut Semenanjung Onin di barat laut daratan Papua pada abad XVI tunduk kepada Sultan Bacan, salah seorang Raja Maluku. Melalui pengaruh Raja Bacan ini maka para pemuka masyarakat pulau-pulau tadi memeluk Islam dan meskipun massa rakyat pedalaman masih tetap menganut animisme,tetapi rakyat pesisir adalah Islam.

Didaratan Irian sendiri hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk kedaerah pesisir barat (mungkin senanjung Onin) oleh para pedagang Muslim yang berusaha berdakwah dikalangan penduduk,dan itu terjadi sejak tahun 1606, Namun ada ditemukan nama seorang mubaligh yaitu Imam Dikir (Dzikir) yang datang dari salah satu Pulau Adi sebelah selatan semenanjung Onin ; setelah menunaikan dakwah itu ia kembali pulang kekampungnya, menolak permintaan penduduk asli untuk tinggal menetap bersama mereka. “

Sedangkan penulis Barat yang mencatat bahwa adanya masyarakat Muslim di Papua sekitar abad ke-17 lebih ditentukan dengan Islamnya seorang Raja, diartikan bahwa Islam telah melembaga dan masuk dalam struktur kekuasaan. Pandangan semacam ini terjadi untuk mengidentifikasikann masuknya Islam seperti masuknya Islam ini terjadi di Sumatera pada abad ke-13 (Kerajaan Samudera Pasai, Sultan Malik al-Shaleh w. 1297 M); Maluku akhir abad ke-15 (Kerajaan Ternate, Sultan Zainal Abidin 1480 M); Jawa akhir abad ke-15 (Kerajaan Demak, Raden Patah) dan Sulawesi Selatan abad ke-17 (Kerajaan Gowa-Tallo, Sultan Alauddin 1605 M).

Sejarah penyebaran Islam diwilayah maluku dapat ditelusuri melalui berbagai sumber. Baik lisan maupun masyarakat pribumi yang telah dibukukan, maupun sumber-sumber tertulis dari orang-orang asing, dalam hal ini pihak barat. Keanekaragaman sumber atau informasi yang dimaksudkan menyatakan bahwa Menurut tradisi lisan setempat, pada abad kedua Hijriah atau abad ke delapan Masehi, telah tiba dikepulauan Maluku(utara) empat orang syekh dari Irak. Kedatangan mereka dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak, dimana golongan Syi’ah dikejar-kejar oleh penguasa;baik Bani Ummayah maupun golongan Bani Abbasiyah. Keempat orang asing itu membawa faham syi’ah. Mereka adalah syekh Mansyur, Syekh Yakub, Syekh Amin, dan Syekh Umar. Syekh Umar menyiarkan agama Islam di Ternate dan Halmahera Muka, Syekh Yakub menyiarkan agama Islam di Tidore dan Makian. Ia meninggal dan dikuburkan dipuncak Kie Besi, Makian. Kedua Syekh yang lain, Syekh Amin dan Syekh Umar, menyiarkan agama Islam di Halmahera belakang, Maba, Patani dan sekitarnya. Keduanya dikabarkan kembali ke Irak.[1]


[1] E.K.M. Masinambow, Halmahera dan Raja Ampat, Konsep dan Strategi Penelitian, Jakarta, Leknas-LIPI, 1980


[1] Prof. Dr. Azyumadi Azra, MA. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, (Bandung: Mizan 2004) h.2.

[2] Rumbati berasal dari bahasa Tidore, Rum adalah nama wilayah Istana kesultanan Tidore pada era Sultan Ibnu Mansur (Sultan Papua I tahun 1443 M). kata Bati berarti patok atau batas.

[3] Majalah Suara Hidayatullah, “12/XIV/April 2002, Jaringan Masyarakat Betauhid, (Jakarta: 2002), hal. 66.

[4] H.A.R, Gibb, Mohammedanism, An Historical Survery, New York, Toronto, London,Oxford University Press, 1964, 20-21

[5] Raja Batjan pertama yang masuk Islam bernama Zainal Abidin, yang memerintah tahun 1521 bersamaan dengan datangnya bangsa Portugis kesana.

[6] Thomas W. Arnold, The Preaching of Isla: A History of The Propogation of the Muslim Faith, New Delhi: Low Price Publication, 1995, h.402-404


Sumber kedua menjelaskan kepada kita berdasarkan informasi seorang penulis bernama Naidah yang menguraikan dalam tulisannya tentang sejarah Ternate. Menurut sumber ini, Naidah dalam sejarah Ternatenya sama sekali tidak menyinggung atau menyebutkan tentang keempat pendatang Irak seperti yang disebutkan diatas. Naidah selanjutnya menghadirkan peran seorang tokoh lain, yaitu Jafar Shadik (juga disebut Jafar Nuh) yang tiba di Ternate dari pulau Jawa, pada hari Senin 6 Muharram 643 Hijriah/1250 Masehi.

Tentang orang yang bernama Jafar Shadik, penulis juga tidak menjelaskan apakah nama ini seidentik dengan Jafar Shadik yang adalah seorang wali songo di pulau Jawa, dalam hal ini Sunan Kudus dari Jawa Tengah. Penjelasannya selanjutnya mengatakan Jafar Shadik yang dihubungkan nasibnya dengan Ali Bin Abi Thalib itu, sebelum ke Ternate telah kawin di Jawa dan memperoleh empat orang anak. Di Ternate ia kawin dengan puteri setempat Nur Sifa namanya. Dari perkawinan ini ia memperoleh empat orang putera dan empat orang puteri. Salah seorang puteranya Masyhur Malano ditetapkan sebagai raja pertama di Ternate, setelah berhasil mempersatukan keempat kelompok masyarakat yang telah ada sebelumnya. Raja pertama dari zaman Kalano dalam sejarah politik Ternate ini memerintah dari 1257-1277 Masehi. Tiga orang lainnya kemudian menjadi raja di Tidore, Jailolo dan Bacan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar