Total Tayangan Halaman

Jumat, 30 Januari 2009

WA'DIAH... dalam Bank Syariah

Pengantar:

Assalamu 'alaikum Wr Wb

Salah satu prinsip dasar dalam transaksi di Bank Syariah adalah Prinsip Wa'diah (Titipan). Berikut ini adalah sedikit perkenalan dengan prinsip wa'diah tersebut. Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita bersama. Terima kasih

Wassalamu 'alaikum Wr Wb




1. PENGERTIAN WADI’AH

yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga.

2. HUKUM WADI’AH

Apabila seseorang menitipkan barang kepada saudaranya, maka ia wajib menerima titipan tersebut, bila ia merasa mampu menjaganya, hal ini termasuk dalam rangka tolong menolong dalam ketakwaan dan kebajikan. Pihak penerima barang titipan wajib mengembalikan titipan kepada pemiliknya kapan saja ia memintanya.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS An-Nisaa’: 58).

“Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya.” (QS Al-Baqarah: 283).

Dan sabda Rasulullah saw:

“Sampaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 240, Tirmidzi II: 368 no: 1282 dan ‘Aunul Ma’bud IX: 450 no: 3518).


3. MENANGGUNG RESIKO

Pihak yang menerima titipan tidak mesti mengganti kerusakan barang titipan, kecuali karena sikap menggampangkannya.

Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang dititipi barang, maka ia tidak ada tanggungan atasnya.” (Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 1945, Irwa-ul Ghalil no: 1547 dan Ibnu Majah II: 802 no: 2401).

Darinya (sang kakek di atas) ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada tanggungan atas orang yang diberi amanat.” (Hasan: Shahihul Jami’us Shagir no: 7518, Daruquthni III: 41 no: 167 dan Baihaqi VI: 289). Dari Anas bin Malik ra bahwa Umar bin Khattab ra pernah menuntut tanggung jawabnya terhadap barang titipan yang dicuri orang yang berada di antara harta bendanya. Imam Baihaqi memberi komentar, “Barangkali karena Anas bin Malik lalai sehingga Umar menuntut tanggung jawabnya terhadap barang titipan itu karena kelalaiannya.” (Baihaqi VI: 289).

Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 705 - 706.

Aplikasinya dalam Bank Syariah

Ada dua jenis wadiah dalam sistem perbankan syariah, yaitu:


1. Wadiah yad amanah

yang artinya orang yang di minta untuk menjaga barang titipan tersebut di berikan amanah atau kepercayaan untuk menjaga barang tersebut dari segala hal yang dapat merusaknya. Pada saat nya barang titipan tersebut di minta kembali oleh pemilik nya, yang menjaga barang titipan tersebut harus mengembalikan nya dalam keadaan utuh seperti sedia kala. Barang titipan tersebut tidak boleh di gunakan atau di pindah kan kepada pihak lain oleh penjaga nya untuk mendapat kan laba. contoh nya dalam sistim perbankan syariah adalah ketika nasabah bank syariah menitip kan barang-barang berharga nya (surat berharga atau perhiasan) pada safe deposit box di Bank Syariah tersebut.


2. Wadiah yad dhamanah

Yaitu Titipan dengan Garansi, yang artinya orang yang mendapat titipan barang/uang tersebut dapat menggunakan atau memanfaat kan nya sebagai modal untuk mendapat ke untungan, sepanjang barang /uang tersebut dapat di pasti kan (garansi) akan di kembalikan kepada pemilik nya dalam ke adaan utuh. Dalam praktek perbankan syariah, contoh nya adalah wadiah current account atau rekening koran wadiah. Dalam hal ini Bank dapat memanfaat kan dana dari nasabahnya untuk di kelola dan Bank menjamin dana tersebut kembali pada rekening nasabah nya dalam ke adaan utuh atau tidak berkurang sepeser pun.

Apa bila Bank mendapat kan keuntungan dan ingin membagi kan kepada nasabahnya, bank bisa memberikan nya sebagian ke untungan nya itu sebagai hadiah atau hibah kepada nasabah pemilik rekening wadiah, dengan catatatan, pembagian ke untungan tersebut tidak di perjanjikan di muka atau sebelum bank memanfaat kan dana Nasabah tersebut.

Ketika seorang nasabah menyetor kan uang nya ke dalam rekening wadiah nya di Bank syariah, nasabah tersebut sesunnguhnya memberikan uangnya untuk di pinjam kan kepada Bank, dengan pinjaman murni atau tanpa bunga yang dapat kita sebut sebagai Qardhul Hasan, di mana dana tersebut dapat di manafaat kan oleh bank dan nasabah tidak mengharapkan pembagian ke untungan atas dana nya yang di manfaat kan oleh Bank. Dengan bebas Bank dapat memanfaat dana nasabah nya dengan segala resiko nya tanpa perlu ada nya persetujuan dari nasabahnya.

Pada transaksi Qardhul Hasan ini, debitor (Bank ) tidak perlu mendapat kan Izin untuk menggunakan dana tersebut dari creditor (nasabah) nya. Bank dapat memberikan sebagian dari ke untungan (laba) nya kepada nasabah berupa hadiah atau hibah, dengan syarat tidak boleh di perjanjikan di muka.

(Reference: INCEIF 2006-applied shariah in financial transactions).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar